-Setiap gue yang berusaha minta putus dan nyampein alasan gue baik-baik, dia juga akan ngamuk, terus mohon-mohon balikan, dan lagi-lagi stalking terus ngancem.
Setelah berkali-kali usaha tapi nggak gue bales, akhirnya dia ngegas mobilnya berkali-kali dan ngancem untuk nabrakin mobilnya ke mobil lain: “Kalo gitu kita mati bareng-bareng aja (= kalo aku nggak bisa milikin kamu, nggak ada orang lain yang bisa sama kamu juga -red).”
Jadi inget offer-nya und auch Pike) pas nonton “We Worry a lot” semalem. Walaupun kalimat ini digunain di konteks yang beda dan karakternya dia bener-bener gue benci di situ, tapi kalimatnya cocok banget sama keadaan yang gue gambarin tadi.
“The guy made threats just like the dangers are he had kept. You cannot persuade a female to do what you want, then you name the lady a good bitch, and you may threathen so you can eliminate the woman.”
Tapi untung alam semesta masih sayang sama gue, akhirnya gue ngalamin apa yang Dinda alamin. Di satu malem ketika lagi ngobrol di mobil (ini setelah gue udah mengalami semua abuse, udah nyoba putus dan lain-lain tapi tetep masih dikekep), dia mengucapkan sesuatu yang menurut gue sangat condescending (merendahkan). Alus sih ngomongnya, seolah sok peduli gitu, tapi intinya adalah dia nggak nganggep gue itu setara dan sama berdayanya sama dia yang laki-laki untuk mencapai apapun yang kami mau. Bukannya gue kepedean ya. But I understand from the cardio I’m a spin-getter. Gue nggak akan biarin perbedaan sex, sistem patriarki dan misogini, perbedaan usia, perbedaan kelas sosial menghalangi gue untuk ngejar hal-hal yang gue mau di hidup gue.
Orang yang udah selesai sama dirinya sendiri nggak akan takut “kebalap” sama partnernya, tapi justru berkembang bareng-bareng. Segala omongan gue soal cita-cita dan minat gue cuma didenger sambil lalu, jadi ya udah, mendingan gue jalan sendiri aja. Karena kalimat dia malem itulah, alhamdulillah gue langsung ilfil di tempat. Just in case you do not become one thing any longer, dealing with a demon is easier. Orang-orang yang ngejalanin sistem anxiety-mongering dalam menjaga pasangannya supaya nggak lepas akan paling takut kalau kita udah cuek dan nggak peduli. Kalau minta putus dan ngomong langsung baik-baik berakhir digebukin, ya sudah, pake cara yang paling gampang aja: I simply vanished. They ended from inside the a text message and that i leftover. We gave no further space in order to telecommunications nor appointment face in order to face. I moved away from my personal set straight away. I banned everything you. We informed my personal bestfriends, friends, associates, and you may Hr institution thus i got safety.
Kami di jalan, masih di dalam mobil dan gue nggak sekalipun mau bales ucapan I favor you-nya, jadi gue diem aja
Salah satu yang paling destroying atau merusak dalam hubungan toxic gue dulu adalah obsesi dia untuk menjadikan bentuk gue secara fisik sesuai selera dia. Tadinya dengan alasan supaya sebagai orang Pr (Public relations), gue sebaiknya nampak presentable. Fair adequate, I was thinking the 1st time. Tapi gue mulai merasa ada yang aneh ketika seminggu setelah jadian, begitu gue ngajak makan malem, dia ngamuk-ngamuk. Katanya gue kok nggak ada niatan jaga badan, nggak kayak mantan-mantannya yang berlomba-lomba tampil makin kece bikin dia nyesel setelah mereka putus (WAW PEDE YA ANDA, padahal bisa jadi mereka self-care buat diri sendiri). Padahal pas PDKT dia bilang paling suka liat gue makan (nggak sok-sok diet plan atau makan cimit-cimit atau jaim depan dia), katanya “hidup” banget dan apa adanya.
Padahal dia tau gue punya segudang mimpi dan ambisi yang pengen gue kejar, and that i slowed down in dating as the I was thinking they are scared of myself overshining him in a way
Dari sini gue mulai liat pola, ketika belum dapetin gue, dia akan bersikap seperti hunter aja, menyesuaikan pembawaan diri dengan address yang dituju. Waktu akhirnya ngerasa udah ada teritori nih, udah (serasa) hak milik…